Jumat, 29 Mei 2009

desentralisasi kesehatan

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Globalisasi dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu keniscayaan yang mau tidak mau harus kita hadapi, karena ketika kita menghindar dari globalisasi disaat itu pula kita akan tertinggal dan tereliminasi dari sebuah proses sosial yang berjalan. Globalisasi pelayanan kesehatan akan ditandai dengan masuknya modal dan tenaga kesehatan luar negeri dalam Sistem Pelayanan Kesehatan.

Kondisi tersebut dapat merupakan ancaman dan peluang bagi komunitas yang bergelut pada kesehatan . Globalisasi menjadi ancaman ketika komunitas kesehatan tidak mampu dan tidak mau menyiapkan secara terencana dan sistematis dengan kata lain berjalan masing-masiang. Globalisasi menjadi peluang manakala dengan globalisasi kita mampu meredefinisi dan mereposisi peran profesi yang bergerak pada bidang kesehatan baik itu dokter,perawat,ataupun tenaga kesehatan di Indonesia untuk berdimensi internasional.

Disamping isu globalisasi pada dekade terakhir ini di negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah isu Desentralisasi kesehatan. Desentralisasi kesehatan dapat dimaknai sebagai pemindahan tanggungjawab dalam perencanaan, pengambilan keputusan, pembangkitan serta pemanfaatan sumberdaya serta kewengan administratif dari tingkat pemerintah yang tinggi ke tingkat yang lebih rendah dalam suatu hirarkis politis administratif atau teritorial.

Sebelum desentralisasi/Otonomi Daerah, alokasi anggaran kesehatan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan model negoisasi ke propinsi-propinsi. Sedangkan Pada era desentralisasi dan otonomi daerah, daerah mempunyai kewenangan yang besar dalam perencanaan dan penganggaran, karena alokasi anggaran pembangunan melalui formula Dana Alokasi Umum (DAU). Dalam formula DAU komponen kesehatan secara implisit dianggap sudah masuk didalamnya walaupun secara ekplisit tidak ada. Akibatnya, secara praktis sektor kesehatan harus berjuang untuk mendapatkan anggaran. Sektor kesehatan harus membuat perencanaan dan penganggaran program kesehatan yang meyakinkan untuk dapat bersaing dengan sektor lain untuk mendapatkannya.

B.RUMUSAN MASALAH

1.Apa pengertian Desentralisasi

2.Bagaimana Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan di Indonesia

C.TUJUAN MAKALAH

1.Untuk Mengetahui Pengertian dari Desentralisasi

2.Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan yang Ada di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

1.Pengertian Desentralisasi

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa Desentralisasi adalah penyerahan wewenang/transfer wewengang dari pemerintah pusat baik kepada pejabat-pejabat pemerintah pusat di Daerah yang disebut Dekonsentrasi maupun kepada badan-badan otonom daerah yang sering disebut Devolusi. Selanjutnya PBB menjelaskan bahwa dua prinsip dari penyerahan wewenang dan fungsi pemerintah adalah pertama ; Deconsentrasi area offices of administration (perangkat wilayah yang berada di daerah) dan kedua, Devolusi dimana sebagian kekuasaan pemerintah diserahkan kepada badan-badan politik di daerah yang diikuti dengan penyerahan kekuasaa/kewenangan sepenuhnya untuk mengambil keputusan baik secara politis maupun adminstratif.

Dikatakan oleh Bryant bahwa konsekuensi dari penyerahan wewenang dalam pengambilan keputusan dan pengawasan kepada badan-badan otonomi adalah untuk memberdayakan kemampuan lokal (empowerment local capasity). Wewenang dan sumber daya yang diberikan berkaitan erat satu sama lainnya. Apabila badan-badan lokal diserahi tanggung jawab dan sumber daya, maka kemampuan untuk mengembangkan otoritasnya akan meningkat. Sebaliknya, jika pemerintah lokal hanya ditugaskan untuk mengikuti kebijkan pusat maka partisipasi para elit dan warganya akan rendah. Dengan demikian maka kekuasaan pada tingkat pusat tidak akan berkurang bahkan akan memperoleh respek dan kepercayaan dari tingkat lokal yang pada akhirnya akan meningkatkan pengaruh dan legitimasinya.

Sedangkan para ahli Indonesia, seperti R. Trsna, Koesoemaatmadja, Amrah Moeslimin, The Liang Gie dan sebagainya termasuk dalam aliran Kontinental.

Menurut R. Tresna desentralisasi dapat dibedakan kedalam :

1. Desentralisasi Jabatan (dekonsentrasi), adalah pemberian atau pemasrahan kekuasaan dari atas ke bawah dalam rangka kepegawaian, guna kelancaran pekerjaan semata-mata.

2. Desentralisasi Ketatanegaraan, merupakan pemberian kekuasaan untuk mengatur bagi daerah di dalam lingkungannya guna mewujudkan azas demokrasi dalam pemerintahan negara. Desentralisasi ketatanegaraan ini dibagi menjadi : Desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional.

Sementara itu Koesoemaatmadja, Desentralisasi adalah sistem untuk mewujudkan demokrasi yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikutserta dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Desentralisasi menurutnya dapat dibedakan menjadi : dekonsentrasi dan desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik, yaitu : pelimpahan kekuasaan perundang-undangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. Dalam Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini masyarakat dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui saluran-saluran perwakilan. Desentralisasi politik/ketatanegaraan ini dibagi lagi menjadi (1) desentralisasi teritorial, yaitu : pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumahtangga daerah masing-masing; (2) Desentarlisasi fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau beberapa kepentingan tertentu.

Ahli lainnya adalah Amrah Moeslim yang tidak memasukkan dekonsentrasi sebagai salah satu jenis desentralisasi. Menurut Meoslim, desentralisasi dibedakan dalam tiga jenis, yaitu :

1. Desentralisasi Politik, yaitu : pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang menimbulkan hak mengatur dan mengurus kepentingan rumahtangga sendiri bagi badan politik di daerah-daerah yang dipilih oleh rakyat daerah.

2. Desentralisasi Fungsional, yaitu : pemberian hak kepada golongan-golongan tertentu untuk mengurus satu macam atau segolongan kepentingan tertentu dalam masyarakat baik terikat ataupun tidak.

3. Desentralisasi Kebudayaan adalah pemberian hak kepada golongan minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaan sendiri (pendidikan, agama dll).

Menurut pendapat The Liang Gie Desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada satuan-satuan organisasi pemerintahan untuk menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami suatu wilayah. Sementara itu menurut UU No 5 Tahun 1974 tentang, Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah, menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah : penyerahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari berbagai definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi pada dasarnya adalah : suatu proses transfer/penyerahan sebagian wewenang dan tanggungjawab dari urusan yang semula adalah urusan pemerintah pusat kepada badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Daerah agar menjadi urusan rumahtangganya sehingga urusan-urusan tersebut beralih kepada Daerah dan menjadi wewenang dan tanggungjawab Pemerintah Daerah.

2.Sistem Desentralisasi Pembangunan Kesehatan Di Indonesia

SIstem Desentralisasi yang sekarang ini berlaku di Indonesia,membawa perubahan tersendiri dalam Pembangunan Kesehatan di Indonesia.Sesuai Undang–undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan telah dicantumkan bahwa Tujuan Nasional Pembangunan Kesehatan adalah terwujutnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal berupa keadaan sejahtra dari badan, jiwa dan sosial yang optimal, yang memungkinkan orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan,pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara menyeluruh,terpadu dan berkesinambungan, pelaksanaan pelayanan kesehatan yang merupakan perwujudan dari paradigma sehat pada saat ini lebih banyak dilaksanakan di pusat kesehatan masyarakat.

Undang–undang No 22 tahun 1999 tentang Otonomi daerah menjelaskan bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh adalah melalui penerapan azas desentralisasi, pada daerah kabupaten/kota. Pemerintah daerah kabupaten/kota, bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggara pembangunan pada umumnya dan pembangunan kesehatan pada khususnya dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dituntut adanya sumberdaya manusia yang professional dan mampumemberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan kesehatan adalah dinas kesehatan yang mempuyai tugas melaksanakan kewenangan otonomi daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Mewujudkan pembangunan nasional di bidang kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan aspirasi masyarakat dengan cara memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan potensi Daerah untuk kepentingan Daerah dan prioritas Nasional dalam mencapai Indonesia Sehat 2010

Point dalam desentralisasi kesehatan

ì MENDEKATKAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

ì PEMBANGUNAN KESEHATAN LEBIH SESUAI DGN LOCAL SPECIFIC

ì POTENSI MASYARAKAT LEBIH DIBERDAYAKAN

ì DERAJAT KESEHATAN MENINGKAT

ì HUMAN DEVELOPMENT INDEX INDONESIA MENINGKAT

ì INDONESIA SEHAT 2010 – MASYARAKAT MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT

ditengah keterbatasan sumber daya dalam hal pembiayaan dan tenaga adalah memprioritaskan bidang-bidang pembangunan kesehatan, seperti Kesehatan Ibu dan Anak. Oleh karena itu, Depkes akan menempuh 4 strategi utama, yaitu :

1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat.

Sasaran utama strategi ini adalah seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat serta seluruh keluarga sadar gizi.

2. Meningkatkan akses masyarakat tehadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Sasaran utama strategi ini adalah ; Setiap orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; setipa bayi, anak, dan kelompok masyarakat risiko tinggi terlindungi dari penyakit; di

setiap desa tersedia SDM kesehatan yang kompeten; di setiap desa tersedia cukup obat esensial dan alat kesehatan dasar; setiap Puskesmas dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah kerjanya; pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit, Puskesmas dan jaringannya memenuhi standar mutu.

3. Meningkatkan sistem surveillans, monitoring dan informasi kesehatan.

Sasaran utama dari strategi ini adalah : setiap kejadian penyakit terlaporkan secara cepat kepada desa/lurah untuk kemudian diteruskan ke instansi kesehatan terdekat; setiap kejadian luar biasa (KLB) dan wabah penyakit tertanggulangi secara cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan dampak kesehatan masyarakat; semua ketersediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan memenuhi syarat; terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai dengan standar kesehatan; dan berfungsinya sistem informasi kesehatan yang evidence based di seluruh Indonesia.

4. Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Sasaran utama dari strategi ini adalah : pembangunan kesehatan memperoleh prioritas penganggaran pemerintah pusat dan daerah; anggaran kesehatan pemerintah diutamakan untuk upaya pencegahan dan promosi kesehatan; dan terciptanya sistem jaminan pembiayaan kesehatan terutama bagi rakyat miskin.

Implikasi desentralisasi pembangunan kesehatan. Adanya kebijakan desentralisasi dalam bidang kesehatan akan membawa implikasi yang luas bagi pemerintah daerah dan masyarakat. Implikasi tersebut dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif.

Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain, adalah sebagai berikut:

1) Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat.

2) Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan,

3) Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini belum tergarap

4) Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan,

5) Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.

Dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat program dan kebijakan sendiri. Jika pemerintah daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan, mengevaluasi program, dan membuat program, maka program yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.

Arus desentralisasi semakin menuntut pemotongan jalur birokrasi aparatur pemerintahan. Hal ini menjadi kendala karena perubahannya membutuhkan waktu yang lama dan komitmen dari aparatur pemerintah.

BAB III

PENUTUP

A.SARAN

Desentralisasi kesehatan hrausnya menjadi bagain yang menguntungkan dari pembangunan kesehtan,sehingga para pelaku tenaga kesehatan dapat lebih terbuka dan professional dalam menjalankan setiap tugasnya. UU 32/2004 telah menjelaskan bagaimana sejatinya sebuah reformasi dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Namun dalam pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan, masih terdapat ketidaksamaan visi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Untuk itu perlu adanya sinergi antara komitmen pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi kesehatan secara utuh dengan akselerasi sumber daya pemerintah daerah untuk memperjuangkan desentralisasi kesehatan dan sekaligus bertanggungjawab terhadap terjaminnya kualitas pelaksanaan program-program kesehatan di daerah.

B.Kesimpulan

Dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan di Indonesia, memberikan ruang yang lebih bagi pemerintah daerah untuk dapat menyikapi sendiri permasalahan kesehatan yang dihadapi di daerah tersebut. Tentunya hal ini akan mempersempit “lahan” departemen kesehatan dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan kesehatan di Indonesia. Pola sentralisasi dari pemerintahan sebelumnya sudah begitu melekat dalam praktek pemerintahan sehingga akan menimbulkan konflik birokrasi jika berhadapan dengan sistem desentralistik dengan model bottom to up seperti yang terlihat dimasa ini.

Desentralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan program pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena sistem desentralistik tidak harus selalu menunggu kebijakan dari pemerintah pusat. Selain itu, sistem desentralistik juga memberi kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta pengalokasian dana pembangunan kesehatan di daerahnya. Keterlibatan masyarakat (community involvement) menjadi kebutuhan sistem ini untuk dapat lebih mengeksplorasi kebutuhan dan potensi lokal.

Tidak ada komentar: